Respons Masukan RUU Perubahan atas UU 3/2022 Tentang IKN | Topik: Pertanahan, Tata Ruang, & Batas Wilayah

Respons yang disampaikan berdasarkan kajian, antara Otorita Ibu Kota Nusantara, Kementerian PPN/Bappenas, dan Kementerian/Lembaga Republik Indonesia. Dengan mengacu pada masukan publik saat Konsultasi Publik III Rancangan Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, yang diselenggarakan pada 4 Agustus 2023, di Balikpapan, Kalimantan Timur. 

Berikut adalah masukan publik beserta respons terkait Rancangan Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, dengan topik Pertanahan, Tata Ruang, & Batas Wilayah.

 

Masukan (1): 

Saya adalah pemilik/ahli waris lahan dari orang tua saya seluas 23.100 meter persegi di Kelurahan Pemaluan Kecamatan Sepaku dengan status alas hak Sertipikat Hak Milik (SHM). 

Berdasarkan tata ruang, lahan saya masuk dalam Sub Wilayah Pengembangan ("WP") 1C KIPP dengan peruntukan kawasan hijau atau hutan kota. Miris bagi saya, rencana pemerintah peruntukan lahan yang masuk Sub WP 1B dan 1C akan ditawarkan kepada investor. Ini sama saja dengan mengusir warga, kemudian mengundang investor untuk masuk. 

 

Untuk itu, berikut saya sampaikan masukan saya:

1. Keluarkan lahan masyarakat dari peta delineasi Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP). Saya meminta agar lahan saya tidak dibebaskan. Apalagi lahan saya tidak hanya peruntukan hutan kota. Kalau IKN mau hutan kota, lebih baik menggunakan lahan konsesi perusahaan yang dibebaskan, daripada harus mengeluarkan uang negara untuk membebaskan lahan saya. Lebih baik uang negara dipakai untuk pembangunan. 

2. Kalaupun lahan saya terpaksa dibebaskan pemerintah, saya meminta untuk disiapkan lahan pengganti yang juga masuk dalam Sub WP 1C atau 1B. Lahan pengganti harus sama nilai strategisnya, seperti wilayah komersial. Pemerintah tidak hanya mengundang investor dari luar, tapi memberi kesempatan kepada saya dan warga lainnya untuk berusaha di dalam KIPP. Masyarakat yang menolak, siap untuk menggugat pemerintah jika tetap mengusir warga setempat dengan membeli paksa lahan mereka.

 

Respons (1): 

Penetapan wilayah delineasi IKN seluas 252.660 Ha (dua ratus lima puluh dua ribu enam ratus enam puluh hektare) mencakup wilayah hutan dan tanah masyarakat. Berdasarkan ketentuan yang ada dan RUU Perubahan UU IKN, OIKN dapat memperoleh tanah melalui mekanisme pelepasan kawasan hutan dan mekanisme pengadaan tanah. Dalam perolehan tanah berasal dari tanah milik masyarakat maka pembebasan tanah dilakukan melalui mekanisme pengadaan tanah dengan pemberian ganti kerugian bagi pihak yang dapat membuktikan penguasaan dan bukti perolehan atas tanahnya sesuai dengan ketentuan dengan ketentuan PP No. 19 Tahun 2021 juncto PP 39 Tahun 2023 Pasal 76 . Ketentuan Ayat (2) Pasal 76 Sebagai berikut:

Ganti Kerugian dapat di berikan dalam bentuk :

a. Uang;

b. Tanah Pengganti;

c. Permukiman Kembali;

d. Kepemilikan Saham;

e. Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. 

Maka, Otorita IKN harus menyiapkan Kawasan berupa lahan yang nanti akan di pergunakan untuk lahan pengganti dan atau permukiman kembali. Mekanisme ganti kerugian dapat berupa pemberian uang ganti rugi maupun tanah pengganti yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai pengadaan tanah.

Berdasarkan RUU Perubahan UU IKN apabila terdapat tanah yang tidak difungsikan sesuai dengan ketentuan penataan ruang maka tanah tersebut dilakukan pembebasan melalui mekanisme pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, pengadaan tanah secara langsung, dan/atau relokasi. Untuk isu yang dihadapi penanya, lahan miliknya berada di wilayah yang dari rencana penataan ruang peruntukannya untuk hutan kota. Dengan demikian kebijakan terhadap penataan ulang atas tanahnya adalah dapat berupa pembebasan lahan dengan ganti rugi dan/atau relokasi. Namun ketentuan ini masih dalam RUU Perubahan UU IKN dan masih akan berlaku pada saat nanti diundangkan menjadi UU dan peraturan pelaksanaannya sudah disusun dan diundangkan. 

 

 

Masukan (2): 

Mengenai pengakuan tanah adat, Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah No. 13 Tahun 2009 tentang Tanah Adat dan Hak-hak Adat di atas tanah di Provinsi Kalimantan Tengah dapat dijadikan salah satu referensi.

 

Respons (2): 

Terima kasih atas masukannya. Saat ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sedang melakukan penyusunan peraturan menteri tentang pendaftaran tanah ulayat untuk mengakomodir kepastian hukum dan penguasaan tanah ulayat tersebut. Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah No. 13 Tahun 2009 termasuk Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah No. 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayat di Kalimantan Tengah dapat menjadi referensi atas kebijakan penyusunan peraturan tersebut. Di samping itu, tahun 2021 Kementerian ATR/BPN sudah melakukan inventarisasi dan identifikasi terhadap tanah ulayat atau tanah adat di Kalimantan Tengah. Berdasarkan hasil inventarisasi tersebut, tanah ulayat atau tanah adat yang masih utuh apabila dipersentasekan dari seluruh wilayah Kalimantan Tengah hanya sekitar 0,94% (nol koma sembilan empat persen). Data ini nanti dapat ditindaklanjuti melalui kegiatan pendaftaran tanah ulayat di Kalimantan Tengah dengan mengintegrasikan Peraturan Gubernur No. 13 Tahun 2009 termasuk Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah No. 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah.

 

 

Masukan (3): 

Pemerintah perlu melakukan pengakuan terhadap tanah adat atau hak ulayat suku Dayak di Kalimantan.

 

Respons (3): 

Kementerian Agraria dan Tanah Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) secara simultan melakukan kegiatan inventarisasi dan identifikasi tanah ulayat dari tahun 2021-2023 (sampai sekarang ini) yang bekerja sama dengan beberapa universitas. Sampai saat ini telah dilakukan inventarisasi dan identifikasi di provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Kegiatan inventarisasi dan identifikasi tanah ulayat ini untuk mengetahui keberadaan tanah ulayat di daerah tersebut guna dilakukan penatausahaan untuk mencapai kepastian dan perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat hukum adat. Penatausahaan tersebut nantinya akan dikeluarkan dalam bentuk Sertipikat Hak Pengelolaan untuk tanah ulayat dan Sertipikat Hak Milik Bersama untuk tanah komunal sebagai bentuk kepastian hukum yang diberikan negara kepada Masyarakat Hukum Adat (MHA) terutama bagi Suku Dayak di Kalimantan. Di samping itu, keberadaan tanah adat atau hak ulayat juga telah diakui khususnya sehubungan dengan mekanisme pengadaan dan pengelolaan tanah di wilayah IKN telah diatur di dalam UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara (UU IKN) dan juga diperkuat kembali di dalam RUU perubahan UU IKN.

 

 

Masukan (4): 

Mohon agar dapat ditetapkan ketentuan mengenai pengelolaan lahan Masyarakat Hukum Adat (MHA) di dalam kawasan IKN sehingga MHA tetap mendapatkan tempat di dalam kawasan IKN.

 

Respons (4): 

Ketentuan Pasal 21 Undang-Undang No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) menjelaskan bahwa penataan ruang pertanahan dan pengalihan hak atas tanah, lingkungan hidup, penanggulangan bencana, serta pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 20 dilaksanakan dengan memperhatikan dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak individu atau hak-hak komunal masyarakat adat dan nilai-nilai budaya yang mencerminkan kearifan lokal. Sejalan dengan hal tersebut, untuk memitigasi kebijakan dimaksud, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional sedang melakukan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan tentang pendaftaran tanah ulayat. Salah satu yang diatur dalam rancangan ini adalah tanah ulayat yang dapat diberikan Hak Pengelolaan (HPL), pemberian HPL ini bertujuan untuk memberikan peluang untuk meningkatkan ekonomi di bidang pertanahan.

 

 

Masukan (5): 

Wilayah IKN lebih dominan di wilayah Kutai Kartanegara ada 5 (lima) kecamatan. Dengan demikian, pengurusan tanah adat harus betul-betul diperhatikan untuk kesejahteraan masyarakat.

 

Respons (5): 

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN), terdapat 3 (tiga) Zonasi Wilayah IKN. Pada tahun 2022-2023 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah melakukan inventarisasi dan identifikasi tanah ulayat dan tanah komunal. Selanjutnya, Kementerian ATR/BPN saat ini sedang menyusun rancangan peraturan dengan tetap memperhatikan kesejahteraan MHA dan hak-hak ulayatnya agar tetap terlindungi dan memiliki nilai ekonomis untuk kesejahteraan MHA tersebut. 

Salah satu strategi pembangunan IKN untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah dengan optimalisasi kerja sama antar daerah yakni antara IKN dan daerah mitra yang saling menguntungkan satu sama lain. Pengaturan kerja sama antara IKN dengan daerah mitra ini akan diatur berdasarkan Keputusan Kepala Otorita IKN. 

 

 

Masukan (6): 

Masyarakat adat Balik yang secara turun temurun tinggal di wilayah Kalimantan tidak memiliki sertipikat hak milik atas tanah. Ironisnya, masyarakat transmigrasi diberi hak milik oleh pemerintah.

 

Respons (6): 

Pada dasarnya siapapun dapat mendaftarkan tanahnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, dan Pendaftaran Tanah sepanjang memenuhi persyaratan. Namun, apabila yang dimaksud di sini adalah tanah adat/hak ulayat maka agar tanah adat/hak ulayat tersebut dapat diakui diperlukan pemenuhan prosedur, tata cara, dan persyaratan yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 52 tahun 2014 dan Peraturan Menteri ATR/BPN nomor 18 tahun 2019. Dalam hal ini, Pemerintah dapat memberikan pendampingan dalam pendaftaran tanah melalui PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap).

Dalam hal tanah adat/ hak ulayat telah terdaftar maka dalam hal tanah tersebut dibebaskan maka pemberian ganti rugi dilakukan sesuai mekanisme pengadaan tanah. Informasi lebih lanjut terkait dengan tata cara dan mekanisme ganti kerugian dapat menghubungi Kantor Pertanahan setempat

 

 

Masukan (7): 

Bagaimana penyelesaian mengenai dampak sosial pertanahan bagi tanah yang terkena plot IKN?

 

Respons (7): 

Berdasarkan ketentuan yang ada dan RUU Perubahan UU IKN, pembangunan IKN termasuk program prioritas nasional sehingga tata cara penanganan dampak sosial telah diatur di dalam Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2018 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam Rangka Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Nasional

 

 

Masukan (8): 

Rancangan Undang-Undang Perubahan Undang-Undang No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara jangan hanya mengakomodir "tanah milik masyarakat", tambahkan pula "tanah adat" dalam Rancangan Undang-Undang.

 

Respons (8): 

Pengaturan mengenai "tanah adat" sudah diakomodir dalam pengaturan mengenai mekanisme perolehan tanah oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dan/atau kementerian/lembaga di Ibu Kota Nusantara dilakukan melalui mekanisme pelepasan kawasan hutan dan mekanisme pengadaan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 16 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara (UU IKN). Kemudian, Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU IKN mengatur mekanisme pengadaan tanah dilakukan dengan memperhatikan Hak Atas Tanah (HAT) masyarakat dan HAT masyarakat adat. Terlebih lagi saat ini RUU Perubahan UU IKN mengatur bahwa selain Barang Milik Negara (BMN) dan Barang Milik Otorita (BMO), tanah di IKN terdiri dari tanah milik masyarakat. Serta pemberian hak pengelolaan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara dilakukan dengan memperhatikan hak milik dan HAT dalam bentuk lain yang dipegang oleh masyarakat, serta HAT masyarakat adat. 

Di samping itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional sekarang sedang melakukan penyusunan peraturan terkait pendaftaran tanah ulayat untuk melindungi dan memberikan kepastian hukum bagi Masyarakat Hukum Adat (MHA).

 

 

Masukan (9): 

1. Pemerintah terlalu terburu-buru menetapkan IKN. 

2. Kalimantan memiliki kearifan lokal. Salah satunya, saat membuka lahan baru, perlu ada ritual yang harus dilakukan sebab kami meyakini bahwa Tanah memiliki ruh. 

3. Pasal 33 UUD 1945 jelas menyatakan bahwa Negara hanya menguasai, bukan memiliki tanah. Negara bisa memiliki tanah jika tanah tersebut dibebaskan atau dicabut dulu hak kepemilikan ulayat/masyarakat, dibayar atau dihibahkan dari masyarakat. Negara harus hati-hati, karena hal ini sama saja dengan bentuk penjajahan di atas dunia yang belum dihapuskan.

 

Respons (9): 

Pemindahan IKN tidak dilaksanakan dengan terburu-buru dengan beberapa argumentasi yakni, Rencana pemindahan Ibu Kota telah digaungkan sejak lama oleh pemimpin pemerintahan, serangkaian kajian pemindahan ibu kota negara, termasuk Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) telah dilakukan pada tahun 2017-2019. Proses penyusunan kajian tersebut telah melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti pemerintah daerah, pakar, akademisi, dan masyarakat. Hasil KLHS di atas dijadikan dasar penyusunan Rencana Induk Ibu Kota Negara yang menjadi dasar bagi penyusunan Naskah Akademik UU IKN.

Kemudian, pada tanggal 16 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo dalam pidato Kenegaraan meminta izin kepada DPR RI untuk memindahkan Ibu Kota Negara dan selanjutnya RUU IKN secara resmi disampaikan kepada DPR pada tanggal 29 September 2021. Pemerintah dan DPR kemudian membahas substansi RUU IKN hingga disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu kota Negara (UU IKN) melalui Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 18 Januari 2022. Adapun proses penyusunan maupun perumusan substansi yang diatur di dalam UU IKN, telah dilakukan Pemerintah sesuai prosedur sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan jo. UU No. 15 Tahun 2019. Selain itu, substansi seluruh ketentuan yang diatur dalam UU IKN juga telah mengacu dan berada di dalam koridor konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Selama proses kajian tersebut hingga proses penyusunan peraturan perundang-undangan (NA dan RUU, PP, Perpres) telah dilakukan dengan series of dialogue, FGD, dialog nasional, dan konsultasi publik, serta Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai pemangku kepentingan. 

Kemudian, sehubungan dengan Upacara Adat dalam pembangunan IKN, Pemerintah akan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dan MHA setempat untuk mendapatkan opsi terbaik.

Terkait dengan konsep menguasai negara yang diatur di dalam Pasal 33 UUD 1945 dan Undang-Undang Pokok Agraria dapat dibenarkan namun perlu diperhatikan juga selain menguasai terdapat kewajiban juga bagi negara untuk mengelola tanah yang dikuasai tersebut.

 

 

Masukan (10): 

1. PTSL yang sudah pengukuran sampai hari ini tertunda transaksinya. 

2. Telah dibentuk tim investigasi dan tim verifikasi untuk Tanah Obyek Reforma Agraria (Tora) seluas 13.580 hektar. Namun demikian, H-1 kemudian dibatalkan dan harus ada koordinasi dengan OIKN.

3. Bagaimana kelanjutan PTSL dan Tora yang merupakan perjuangan masyarakat selama 90 tahun? 

4. Bagaimana tindak lanjut surat menyurat terkait pertanahan dan percepatan PTSL?  Mohon ada jawaban dari Deputi Bidang Perencanaan dan Pertanahan karena sudah berbulan-bulan namun tetap belum ada jawaban.

 

Respons (10): 

Pendaftaran tanah untuk pertama kali oleh masyarakat yang telah mempunyai hak sebelum ditetapkannya IKN tetap dapat di jalankan. Namun, apabila perolehan tanah dilaksanakan setelah dikeluarkannya penetapan IKN, maka perolehan tanah tersebut dilakukan mengikuti proses yang diatur di dalam Perpres 65/2022. OIKN dan Kementerian ATR/BPN telah melakukan pertemuan untuk membuka secara parsial sistem peralihan hak atas tanah di wilayah IKN dan sekitarnya.

 

 

Masukan (11): 

Pembebasan tanah bandara VVIP yang terletak di luar Kawasan IKN dilakukan tanpa ganti rugi dengan alasan tanah tersebut adalah tanah negara. Menurut masyarakat itu adalah tanah mereka namun tidak ada alas hukumnya.

 

Respons (11): 

Perlu diketahui dan dipahami bersama bahwa pembangunan bandara VVIP lokasinya berada di luar wilayah IKN. Namun, Bandara VVIP tersebut dibangun sebagai sarana prasarana penunjang kegiatan di wilayah IKN. Pembangunan bandara VVIP tersebut adalah salah satu bentuk kerja sama OIKN dengan Daerah Mitra yang dimungkinkan berdasarkan ketentuan Pasal 8 dan 10 PP Kewenangan Khusus dan ketentuan Pasal 9 PP Kewenangan Khusus mengatur bahwa OIKN dapat memberikan dukungan pembangunan kepada Daerah Mitra sesuai dengan dokumen Rencana Induk IKN. Salah satu tujuan pelaksanaan kerja sama IKN dan daerah mitra adalah bermaksud untuk menjadikan IKN sebagai Superhub ekonomi yang bertujuan untuk  mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Timur dan IKN sebagai pemicu untuk memperkuat rantai nilai domestik di wilayah bagian timur dan seluruh Indonesia. 

Di sisi lain, terkait dengan permintaan ganti kerugian bisa langsung berkomunikasi dengan bank tanah dan Kantor Pertanahan/BPN setempat.

 

 

Masukan (12): 

Kapan proses transaksi tanah di Kawasan IKN dibuka kembali sehingga proses jual beli tanah milik masyarakat bisa berlangsung?

 

Respons (12): 

Pada saat ini sistem pendaftaran peralihan hak atas tanah di wilayah IKN masih terbatas akses. Namun, OIKN sudah mengadakan pertemuan dengan Kementerian ATR/BPN untuk membuka secara parsial sistem pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut. Hasil dari pertemuan tersebut akan ditindaklanjuti dan seluruh proses perolehan dan pengelolaan tanah di wilayah IKN akan mengikuti tata cara dan prosedur yang diatur di dalam Peraturan Presiden nomor 65/2022

 

 

Masukan (13): 

Hukum adat/ulayat diakui secara eksplisit dalam Pasal 3 dan Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria.

 

Respons (13): 

Pengakuan atas eksistensi Hak Ulayat sudah terdapat di dalam Pasal 3 dan 5 UU Nomor 5 Tahun 1960 atau UU Pokok Agraria (UUPA),  Pasal 3 UUPA mengatur pengakuan atas hak ulayat dan hak-hak serupa, sepanjang menurut kenyataannya masih ada diakui dan Pasal 5 UUPA mengatur bahwa Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara.

Sejalan dengan pengaturan di atas, pengakuan atas hak adat/ulayat juga diatur di dalam Peraturan Pemerintah nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (PP 18/2021) yang menjelaskan bahwa HPL juga dapat diberikan kepada Tanah ulayat. atas dasar itu, Kementerian ATR/BPN saat ini tengah menyusun Rancangan Peraturan Menteri tentang Pendaftaran Tanah Ulayat tersebut. Di samping itu, pengaturan yang serupa dengan PP 18/2021 tersebut juga telah diakomodir di dalam RUU Perubahan UU IKN.

 

 

Masukan (14):

Bagaimana penanganan status tanah adat ke depan? Ada yang mengharapkan dilakukan upacara adat dalam pembangunan IKN. Catatan: UUD 1945 mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat.

 

Respons (14): 

Pengakuan dan penghormatan terhadap MHA dalam konteks pengakuan dan kepemilikan terhadap tanah ulayat/tanah adatnya semakin terbuka lebar dengan diberlakukannya PP Nomor 18 Tahun 2021. Kepastian hukum terhadap penguasaan hak atas tanah ulayat semakin memberikan keamanan dan kemanfaatan bagi MHA dengan diberikannya Sertipikat HPL bagi Pemegang Hak. Saat ini, Pemerintah sedang melakukan penyusunan rancangan peraturan mengenai pendaftaran Tanah Adat. Rancangan peraturan ini akan membahas tentang penguasaan serta pendaftaran atas Tanah Adat tersebut. Dalam kaitannya, pengakuan dan pendaftaran tanah di wilayah IKN akan mengikuti proses dan tata cara yang diatur di dalam Peraturan Presiden nomor 65 Tahun 2022 

 

Terkait dengan penyelenggaraan Upacara Adat, Pemerintah akan mengkoordinasikan dengan Pemda dan MHA setempat untuk mendapatkan opsi terbaik.

 

 

Masukan (15): 

Ladang dan kebun masyarakat  sudah habis semua karena masuk kawasan inti pemerintah. Ganti rugi telah ditetapkan namun sampai saat ini, sampai kami pindah pun, ganti rugi belum dibayar.

 

Respons (15): 

Terima kasih atas informasi dan masukannya. Namun, dalam rangka memberikan kejelasan tanggapan dari pertanyaan Saudara/i, kami memerlukan kejelasan lokasi dari Saudara/i agar informasi yang diberikan dapat tersampaikan dengan tepat sasaran. Namun demikian, proses pembayaran ganti rugi akan mengikuti PP No. 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana diubah dengan PP No. 39 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 19 Tahun 2021 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Informasi lebih lanjut mengenai mekanisme ganti rugi dapat menghubungi Kantor Pertanahan setempat.

 

 

Masukan (16): 

1. Kendala bagi masyarakat adat yang secara turun menurun meninggali tanah adat tidak pernah diberikan alas hak sehingga selama ini kami tidak memiliki alas hak. Hal ini berbeda dengan para transmigran yang diberikan alas hak berupa sertifikat oleh pemerintah. 

2. Legalitas tanah masyarakat adat adalah bukti sejarah seperti pohon, kebun, bahkan pemakaman. Jika semua sudah digusur, maka bukti kami tidak bisa dihitung. Harapannya diberikan ganti rugi kepada masyarakat setempat.

3. Tidak logis apabila dikatakan "tanah negara" karena negara tidak ada jika tidak ada masyarakat ini.

 

Respons (16): 

Pada dasarnya siapapun dapat mendaftarkan tanahnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, dan Pendaftaran Tanah sepanjang memenuhi persyaratan. Namun, apabila yang dimaksud di sini adalah tanah adat/hak ulayat maka agar tanah adat/hak ulayat tersebut dapat diakui diperlukan pemenuhan prosedur, tata cara, dan persyaratan yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 52 tahun 2014 dan Peraturan Menteri ATR/BPN nomor 18 tahun 2019. Dalam hal ini, Pemerintah dapat memberikan pendampingan dalam pendaftaran tanah melalui PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap).

 

Dalam hal tanah adat/ hak ulayat telah terdaftar maka dalam hal tanah tersebut dibebaskan maka pemberian ganti rugi dilakukan sesuai mekanisme pengadaan tanah. Informasi lebih lanjut terkait dengan tata cara dan mekanisme ganti kerugian dapat menghubungi Kantor Pertanahan atau Bank Tanah setempat.

 

 

Masukan (17): 

Mohon ditegaskan lagi mengenai "tanah adat" karena di RUU menyatakan bahwa yang akan berubah hanya "tanah masyarakat".

 

Respons (17): 

Pengaturan mengenai "tanah adat" sudah diakomodir dalam pengaturan mengenai mekanisme perolehan tanah oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dan/atau kementerian/lembaga di Ibu Kota Nusantara dilakukan melalui mekanisme pelepasan kawasan hutan dan mekanisme pengadaan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 16 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara (UU IKN). Kemudian, Penjelasan Pasal 16 ayat (1)  UU IKN mengatur mekanisme pengadaan tanah dilakukan dengan memperhatikan Hak Atas Tanah ("HAT") masyarakat dan HAT masyarakat adat. Terlebih lagi saat ini RUU Perubahan UU IKN mengatur bahwa selain Barang Milik Negara (BMN) dan Barang Milik Otorita (BMO), tanah di IKN terdiri dari tanah milik masyarakat. Serta pemberian hak pengelolaan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara dilakukan dengan memperhatikan hak milik dan HAT dalam bentuk lain yang dipegang oleh masyarakat, serta HAT masyarakat adat 

Di samping itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional sekarang sedang melakukan penyusunan peraturan terkait pendaftaran tanah ulayat untuk melindungi dan memberikan kepastian hukum bagi Masyarakat Hukum Adat (MHA).

21 Agustus 2023

    Laporkan temuan Anda apabila terdapat indikasi pelanggaran dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara