Respons Masukan RUU Perubahan atas UU 3/2022 Tentang IKN | Topik: Kewenangan Khusus

Respons yang disampaikan berdasarkan kajian, antara Otorita Ibu Kota Nusantara, Kementerian PPN/Bappenas, dan Kementerian/Lembaga Republik Indonesia. Dengan mengacu pada masukan publik saat Konsultasi Publik III Rancangan Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, yang diselenggarakan pada 4 Agustus 2023, di Balikpapan, Kalimantan Timur. 

Berikut adalah masukan publik beserta respons terkait Rancangan Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, dengan topik Kewenangan Khusus.

 

Masukan (1)

Bagaimana mengantisipasi agar regulasi yang akan dikeluarkan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Negara tidak tumpang tindih dengan Peraturan Daerah Kabupaten Paser?

 

Respons (1): 

Kewenangan OIKN diberikan melalui Undang-Undang (atributif). Dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang OIKN yang diberikan oleh Undang-Undang, OIKN dapat membentuk 2 (dua) peraturan, yaitu Peraturan OIKN dan Peraturan Kepala OIKN yang mekanisme pembentukannya harus jelas. Dalam hal terdapat pengaturan mengenai wewenang OIKN yang memiliki kaitan dengan kelembagaan lain, baik di dalam kaitannya dengan pemerintahan pusat dan/atau pemerintah daerah yang berbatasan dengan IKN termasuk dalam hal ini Pemerintahan Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara (PUU),  maka proses harmonisasi Peraturan OIKN dan Peraturan Kepala OIKN dengan Peraturan Daerah Kabupaten Panajam Paser Utara akan tetap dilakukan agar tata kelola pemerintahan IKN dapat terlaksana dengan baik.

Lebih lanjut, Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara mengatur bahwa kewenangan OIKN saat ini (sebelum pemindahan Ibu Kota Negara dari DKI Jakarta ke IKN) adalah sebatas kewenangan dan perizinan yang terkait dengan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara (3P), dan selain untuk kegiatan 3P, kewenangan dan perizinan masih tetap melaksanakan urusan pemerintahan di wilayahnya (Pemprov Kaltim, Kab. Penajam Paser Utara dan Kab. Kutai Kartanegara) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hal ini jelas bahwa regulasi yang dikeluarkan Kepala OIKN saat ini hanya yang berkaitan dengan kewenangan dan perizinan 3P, sedangkan untuk kewenangan dan perizinan di luar kegiatan 3P masih tetap menjadi urusan pemerintahan Pemda existing berdasarkan regulasi yang dikeluarkannya. 

 

 

Masukan (2): 

Terkait dengan izin lahan, bagaimana izin tambang/quarry/galian C yang masih belum ada izin kelolanya? Mohon agar bisa di-support legal aspeknya (berizin). Hal ini untuk mendukung pelaksanaan proyek di IKN.

 

Respons (2): 

Ibu Kota Negara (IKN) saat ini dikembangkan sebagai Forest City dengan luasan area sebesar 65% (enam puluh lima persen) yang dilindungi dan bebas karbon pada tahun 2045. Dalam rangka upaya mewujudkan hal tersebut, Penerbitan Izin pertambangan dan perpanjangan izin pertambangan dilakukan moratorium. Sehingga tidak ada izin baru tambang dan tidak ada perpanjangan izin sampai peningkatan status izin. Namun, Izin pertambangan yang ada tetap berlaku dengan peningkatan penataan, pengawasan dan kewajiban lingkungan , seperti reklamasi tambang dan pasca-tambang. 

OIKN bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Dinas yang mengurusi urusan ESDM di Provinsi Kalimantan Timur sedang intens melakukan konsolidasi data, untuk mengetahui persis lokasi dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang masih aktif. Ketika konsolidasi selesai, fase selanjutnya segera meminta perusahaan tersebut melaksanakan reklamasi di lahan yang sudah selesai ditambang, sebab telah menjadi kewajiban perusahaan pemegang izin. Temuan bukaan tambang di luar dari pemegang izin (tambang ilegal) dilakukan penertiban dan penegakan hukum.

 

 

Masukan (3): 

Peran UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah akan menjadi baik jika berdampingan dengan UU IKN. Dengan demikian, tidak ada istilah yang antagonis bahwa seakan-akan karena lex specialis lalu UU IKN mengabaikan UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sebaiknya kedua undang-undang tersebut diharmonisasikan.

 

Respons (3): 

Pengaturan Rancangan Undang-Undang Perubahan UU IKN (RUU IKN) mengatur kewenangan khusus yang dimiliki oleh OIKN dengan penguatan kewenangan OIKN sebagai lembaga setingkat Kementerian yang memiliki kewenangan urusan Pemerintah Pusat dan juga urusan Pemerintah Daerah namun tidak termasuk kewenangan Pemerintah Pusat yang bersifat absolut dan kewenangan khusus tersebut hanya dilaksanakan sebatas wilayah delineasi IKN. Kewenangan khusus ini tidak bertentangan dengan pengaturan norma yang ada di Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah karena dalam perumusan RUU IKN ini telah melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) yang berasal dari pihak akademisi, organisasi non-pemerintah, maupun Kementerian/Lembaga ("K/L") terkait termasuk Kementerian Dalam Negeri untuk menjaring saran dan masukan dari berbagai [pihak, sehingga penjabaran kewenangan khusus OIKN sudah mempertimbangkan rekomendasi masukan yang disepakati oleh lintas K/L/D termasuk aktor non-pemerintah, sehingga satu per satu urusan per sektor juga dibahas detail dengan K/L pengampu termasuk daerah mitra. Kewenangan khusus OIKN ini juga telah dirumuskan dalam peraturan pelaksana, yakni Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2023 tentang Kewenangan Khusus OIKN yang juga telah melalui proses harmonisasi peraturan perundang-undangan sesuai ketentuan yang ada.

21 Agustus 2023

    Laporkan temuan Anda apabila terdapat indikasi pelanggaran dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara